Senin, 25 November 2013

Si Guru Ngaji dari Atas Roda



Kecelakaan pada 2006 itu telah merenggut kedua kaki Sarirejo atau yang biasa dipanggil Cak Jo,. Tak hanya membuat kedua kaki Cak Jo hilang, tapi semangat hidupnya juga nyaris hilang. Selama beberapa bulan, warga Mojokerto, Jawa Timur ini tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyesali diri. Harta benda ludes untuk biaya operasi. Sampai akhirnya kakinya benar-benar habis sebab terpaksa harus diamputasi karena terus mengalami pembusukan.

Yang tersisa seperti yang Mas lihat sekarang ini. Itu semua akibat kecelakaan yang saya alami saat mengendarai sepeda motor dan bertabrakan dengan truk pada 2006 itu, ujarnya.

Setelah kecelakaan itu, Cak Jo tak tahu apa yang harus dilakukan pada hidupnya. Sementara tuntutan memenuhi kebutuhan istri dan anaknya di depan mata. Jangankan untuk menghidupi istri dan anak, untuk dirinya sendiri saja, ia tak tak sanggup.

Saat itu, dia sangat bergantung pada orang lain. Semua kegiatan mulai dari makan, mandi, berpakaian, dan buang hajat hampir tidak bisa ia lakukan sendiri. Kedua orangtuanya yang setia membantunya. Dengan sabar kedua orangtua Cak Jo membantu segalanya. Tidak saja mengurusi Cak Jo, tapi juga mengurusi istri dan anak-anaknya, yang tentu saja membutuhkan biaya untuk melanjutkan hidupnya.

Sampai akhirnya, Cak Jo dipertemukan dengan Sugeng Kaki Palsu, yang pernah ditulis ayogitabisa.com sebelumnya. Setelah bertemu dengan Sugeng Kaki Palsu ini semangat hidup Cak Jo kembali menyala. Ia bahkan bisa memiliki sepeda motor sendiri. Motor khusus hasil modifikasi Cak Jo dibantu Sugeng Si Kaki Palsu.

Sepeda motor tiada duanya ini --karena tidak diproduksi di pabrik--, Cak Jo bisa menjelajah berbagai tempat. Bahkan, daerah Pacet yang cukup tinggi dan jembatan Suramadu yang cukup panjang pernah juga ia datangi.

Kenapa sepeda motor Cak Jo dikatakan tiada duanya, sebab selama ini yang paling banyak adalah sepeda motor roda tiga untuk menyandang cacat kaki. Yang terjadi pada Cak Jo, ia malah memodifikasi sepeda motor yang juga bisa dinaiki kursi roda. Sebab, ia tak mungkin bisa berdiri di atas jok sepeda motor.

Tingkat keamanan sepeda ini untuk pengendaranya bisa dibilang juga cukup aman. Bahkan, di jalan raya umum, ada yang bilang Cak Jo bisa melajukan kendaraannya 60 km/jam.

Kelebihan Cak Jo ternyata tidak hanya itu. Keterbatasan fisik juga tidak membuat Cak Jo ingin selalu bergantung pada orang lain. Dia semakin kreatif mencari nafkah. Bisa memperbaiki kompor gas rusak, merawat burung ocehan dari memberi makan dan minum sampai memandikannya.

Dari servis kompor dan jual-beli burung, dikit-dikit saya bisa mendapatkan penghasilan, ujarnya merendah.

Meski sarat keterbatasan fisik dan ekonomi, Cak Jo masih berperan penting di kampungnya. Ternyata dia juga seorang guru ngaji dengan binaan sekitar lima puluh 50 anak dan orang dewasa. Sekitar sepuluh ibu-ibu rumah tangga juga belajr khusus mengaji pada Cak Jo. Mereka belajar di taman pendidikan quran (TPQ) Cak Jo.

TPQ Cak Jo ini juga bukan TPQ asal-asalan, tapi juga resmi dan terdaftar di Departemen Agama. Namanya TPQ Rondlotul Hidayah, atau Taman Pendidikan Alquran, yang berada di Desa Pekuwon RT 05/03, Kecamatan Bangsal, Mojokerto, Jawa Timur.

Di tengah keterbatasan, Cak Jo juga mempunyai keinginan mendirikan perpustakaan. Sebab itu, ia akan senang jika ada orang yang mau membantu menyerahkan buku-buku kepadanya. Nah, siapa mau membantu buku-buku untuk Cak Jo?

Tidak ada komentar: